Senin, 27 Juni 2011

Tauhid

Makalah Tauhid
Aliran Jabariyah
Oleh : Eka Nirmalasari

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Percaya atau iman terhadap “takdir” Tuhan merupakan salah satu rukun iman yang harus dipercayai oleh setiap orang yang mengaku dirinya islam. Namun mempercayai takdir Tuhan masih menyisakan berbagai persoalan pemahaman yang rumit, karena keberadaannya yang bersifat gaib, abstrak dan tidak mudah dipahami oleh nalar manusia, sebagaimana rukun iman yang lain. Problem kegaiban dan keabstrakkan dari keenam rukun iman kemudian memunculkan berbagai problem “pemahaman” bagi manusia terhadap yang gaib, termasuk pemahaman-pemahaman takdir menurut berbagai pandangan atau aliran-aliran dan yang dibahas disini adalah konsep takdir menurut pandangan jabariah.
Takdir telah lama menjadi wacana dan akan selalu menjadi wacana, paling tidak selama manusia masih berbicara tentang teologi islam atau ilmu kalam, karena takdir berkaitan erat dengan Tuhan dan manusia serta menjadi bagian penting dalam perbincangan dalam ilmu kalam. Wacana tentang takdir telah memunculkan devinisi yang beragam dan juga pemahaman yang saling bertentangan. Hal ini nampak pada pendapat para ulama mengenai takdir Tuhan yang dipahami sebagai ketetapan Tuhan yang saling berlawanan, yaitu bias berubah dan tidak bias berubah, bersifat azali dan tidak azali dan apakah manusia bebas atau tidak bebas dalam perbuatan.
Takdir juga dipahami sebagai rahasia Tuhan, dibagi menjadi menjadi bertingkat-tingkat atau bagian-bagiannya dan dibedakan dengan “qadla”. Takdir dianggap sebagai rahasia Allah yang harus diterima begitu saja oleh manusia dan manusia tidak akan mampu mengetahuinya karena keterbatasan ilmu manusia, bahkan Nabi dan Rasul pun tidak mampu mengetahui rahasia takdir Allah.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan takdir?
2. Bagaimana pemahaman takdir menurut pandangan jabariah?
3. Apakah takdir itu tidak bisa berubah, bisa berubah atau justru terus berubah?























BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Di dalam kamus Al-Munjid tulisan Louis Ma’luf(1998:78), dijelaskan bahwa jabariah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu.
Dari pengertian kata tersebut, dalam aliran teologi faham jabariah didefinisikan sebagai aliran yang berpendapat bahwa perbuatan manusia di dunia telan ditentukan oleh Allah.
Percaya terhadap takdir Tuhan mengandaikan adanya dua proses yang menyangkut adanya dua hal penting, pertama adanya sebuah aktivitas manusia yang dinamakaan percaya atau iman, dan kedua adanya suatu yang harus dipahami dan dipercayai.
Beberapa pengertian takdir:
 Takdir berasal dari bahasa arab qadara yang memiliki beberapa makna diantaranya yaitu hukum, ketetapan, kekuatan/daya/potensi, ukuran, ketetapan yang sesuai dan batasan.
 Takdir adalah ukuran, ketentuan, kemampuan dan kepastian
 Takdir adalah sebuah ketentuan buta yang mengukur dan menetapkan hal-hal yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia, terutama yang berkaitan dengan kelahiran, rizqi dan mati.
 Menurut Hanifah takdir adalah ketetapan Allah atas segala makhluknya yang mencangkup baik buruknya.
 Menurut Al-Asy’ari, takdir adalah ketetapan Allah pada semua makhluk, yang mencakup baik buruk, pahit getir dan manfaat mudlarat.
Didalam pembahasan ini, istilah “takdir” digunakan sebagai padanan kata “qadar” dalam bahasa arab, karena dalam bahasa Indonesia hampir tidak dibedakan antara “takdir dan qadar” yang dalam bahasa arab sebenarnya memiliki perbedaan.

B. Konsep Takdir Menurut Pandangan Jabariah

Aliran jabariah muncul bersamaan dengan munculnya aliran qadariyah dan merupakan reaksi daripadanya. Daerah tempat munculnya juga tidak berjauhan. Aliran qadariah di Irak sedangkan aliran jabariah di Khurasan. Pemimpin pertama aliran jabariah adalah Ja’ad bin Dirham lantas dikembangkan oleh Jaham bin Shafwan. Oleh sebab itu, golongan ini disebut juga dengan golongan jahamiah. Jaham bin Shafwan ini sangat pintar berdakwah sehingga banyak penduduk dan masyarakat Khurasan mengikuti ajarannya.
Dalam teologi faham jabariah didefinisikan sebagai aliran yang berpendapat bahwa semua perbuatan manusia di dunia telah ditentukan oleh Allah.
Pada perkembangannya aliran ini dikembangkan juga oleh al-Husain bin Muhammad al-Najjar dan Ja’ad bin Dirrar. Benih-benih munculnya faham ini sudah ada dalam peristiwa sejarah sebelumnya, diantaranya:
1. Perbedaan pendapat para sahabat tentang takdir Tuhan lantas Nabi melarangnya
2. Khalifah umar menangkap pencuri lantas pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri”
3. Seorang tua bertanya kepada Ali ketika perang Siffin tentang qadar Tuhan dalam kaitannya tentang pahala dan siksa
4. Berkaitan dangan kemunculan aliran jabariah ada yang mengatakan bahwa kelahirannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu yahudi madzab qurra dan Kristen madzab yacobid.
Namun tanpa pengaruh asing itu faham jabariah akan muncul juga di kalangan umat islam,sebab di dalam Al-Quran sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat mendorong lahirnya faham ini,misalnya:
- QS. Al-An’am:111 (artinya: mereka sebenarnya tidak percaya sekiranya Allah tidak menghendaki)
- QS. Ash Shaffat:96 (Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat)
- QS. Al-Anfal:17 ( bukanlah engkau yang melempar ketika melempar musuh tetapi Allah yang melempar mereka)
- QS. Al-Insan:30 (kamu tidak menghendaki kecuali Allah menghendaki)

Prinsip-prinsip Ajaran Jabariyah mengenai takdir:
• Pokok-pokok ajarannya bertolak belakang dengan ajaran qodariyah
• Kalau aliran kodariyah mengajarkan bahwa mengajarkan bahwa semua takdir buruk dan baiknya adalah terletak pada aktivitas manusia itu sendiri,sedangkan Allah tidak turut campur dalam persoalan tersebut. Sebaliknya ajaran jabariyah berpendapat bahwa semua takdir adalah terletak pada kekuasaan Allah SWT secara mutlak, sedangkan manusia tidak berdaya upaya sama sekali, artinya usaha dan ikhtiar manusia itu tidak ada berfungsi (non aktif).
• Manusia disamakan dengan makhluk jamud (benda mati),seperti: batu,air,kayu dan sebagainya.Kalau Allah menghendaki batu itu bergerak, maka barulah benda itu bergerak dan seterusnya.
• Segala hal yang terjadi pada diri manusia seperti hidup dan mati, sakit dan senang, pintar dan bodoh, kaya dan miskin adalah relasi dari takdir Tuhan, manusia hanya menunggu saja suratan takdir
• Tidak ada gunanya sama sekali berusaha dan berjuang dengan bersusah payah untuk merubah nasib yang malang itu, sebab mereka berpendirian segala aktivitas manusia itu sudah dinon aktifkan oleh Allah SWT.

Untuk menguatkan faham mereka ini, mereka beralasan firman Tuhan dalam Al-Quran, antara lain:
يمحوا الله ما يشاء ويثبت وعنده ام الكتب
“Allah itu menghapuskan dan menetapkan pula apa-apa yang dikehendakinya” (QS. Ar-Ra’du:39)
ولا ينفعكم نصحى ان اردت ان انصح لكم ان كان الله يريد ان يغويكم هو ربكم واليه ترجعون
“Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku, jika aku hendak ember nasehat kepadamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu”.(QS. Hud:34)
جتم الله على قلوبهم و على سمعهم و على ابصارهم غشاوة ولهم عذاب عظيم
“allah telah mengunci mata hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup”.(QS. Al-Baqarah:7)

Mereka tidak memperhatikan ayat yang mendorong supaya manusia berupaya untuk memperbaiki nasibnya:
له معقبت من بين يد يه ومن خلفه يحفظو نه من امر الله ان الله لا يغير ما بقوم حتي يغيروامابانفسهم واذا ارادالله بقوم سوءا فلا مردله وما لهم مندونه من وال
“sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan (nasib) suatu kaum (seseorang) sehingga mereka(mau berusaha) merubah keadaan yang ada pada diri mereka itu”.(QS. Ar-Rad:11)
Selain itu, ajaran golongan jabariyah ini yang tidak sesuai dengan aqidah Islam yang sebenarnya, antara lain:
a. Tentang sifat-sifat Allah SWT
Mereka menolak sama sekali ada-Nya sifat-sifat Allah SWT, yang tercantum dalam sifat-sifat tiga belas atau dua puluh. Alasan mereka, bahwa yang dinamakan Allah SWT, itu hanyalaah terdiri dari Zat yang Mutlak. Sedangkan sifat adalah sesuatu yang berhubungan dengan makhluk. Justru itu kalau Allah mempunyai sifat, berarti samalah dengan makhluk.
Adapun mengenai ayat-ayat Al-Quran yang membuktikan tentang adanya sifat-sifat Allah SWT, seperti: Sama, Bashar, Kalam dan lainnya seperti tercantum dalam Al-Quran,
انه هوالسمىع البصير
“sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar dan Maha Melihat”.(Al-Isra’:1)
وكلم الله موسى تكليما
“Dan Allah telah berfirman(berkata) kepada Musa dengan firman-Nya langsung”.(qs. An-Nisa:164)

b. Mengenai Al-Quran
Sehubungan dengan pendapat mereka yang tidak mengakui sifat-sifat Allah, maka dengan sendirinya sifat Kalam (berkata-kata) termasuk salah satu dari sifat baharu(
makhluk). Oleh karena itu, mereka tidak mengakui pula sifat Kalamullah atau Al-Quran itu Qadim. Tapi menurut mereka adalah hadist (baharu/makhluq)
c. Mengenai Ru’ya
Ru’ya atau melihat Allah SWT di akhirat nanti, menurut mereka suatu hal yang tidak mungkin. Artinya, kita tidak dapat melihat wajah Allah SWT walaupun di akhirat nanti. Alas an mereka mengatakan demikian, bahwa setiap sesuatu yang dapat dilihat ada arah dan materinya (benda yang dapat dilihat). Sedangkan Allah Maha Suci dari sifat wujud benda atau materi. Oleh karena itu mereka membantah akan adanya melihat Allah di akhirat nanti, walaupun itu ada keterangannya dalam Al-Quran.

d. Mengenai fungsi surga dan neraka
Syurga adalah tempat ganjaran bagi orang yang beramal kebajikan, sedangkan neraka adalah tempat balasan bagi orang yang mengerjakan perbuatan dosa. Dan nantinya setelah orang-orang yang taat yang berada di syurga telah merasakan kenikmatan syurga, dan orang-orang yang berdosa telah merasakan pedihnya azab neraka, maka kedua tempat tersebut akan dihilangkan atau dilenyapkan oleh Allah SWT. Berarti menurut mereka, fungsinya surge dan neraka itu sifatnya hanya sementara waktu saja.

Perbedaan Pandangan Jabariyah Mengenai Takdir
Perdebatan para ulama tentang takdir yang terkait dengan perbuatan manusia, telah memunculkan dua kelompok besar. Menurut Syahrastani, jabariyah dapat dibagi dua kelompok, ekstrim dan moderat.
1. Jabariyah Ekstrim, berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauan sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.
Missal: kalau seorang pencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjada atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena qadla dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian.
Di antara pemuka jabariyah ekstrim dan pendapatnya,sebagai berikut,
a. Jahm bin Shafwan
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah:
1) Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan
2) Surge dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal kecuali Tuhan
3) Iman adalah ma’rifat untuk membenarkan dalam hati
4) Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indra mata di akhirat kelak.
b. Ja’ad bin Dirham
Pendapat Ja’ad secara umum sama dengan pendapat Jaham,yaitu:
1) Al-Quran adalah makhluk
2) Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara,melihat mendengar dan sebagainya
3) Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala perbuatannya.

2. Jabariyah Moderat, mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunya bagian di dalamnya.
Di antara tokoh jabariyah moderat adalah:
a. Husain bin Muhammad An-Najjar,pendapatnya:
1) Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2) Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat kelak. Akan tetapi Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
b. Dhihar bin Amir, menyatakan:
1) Suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia dapat di timbulkaan oleh Tuhan tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia ikut andil dalam mewujudkan perbuatannya.
2) Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indra keenam
3) Hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad.

C. Macam- macam Takdir

Takdir dianggap sebagai rahasia Allah yang harus diterima begitu saja oleh manusia dan manusia tidak akan mampu mengetahuinya karena keterbatasan ilmu manusia, bahkan Nabi dan Rasul pun tidak mampu mengetahui rahasia takdir Allah.

Berdasarkan berubah dan tidaknya, takdir dibagi menjadi dua:
1) Takdir hatami,mubram,musyyar (definitif/ pasti), yaitu ketetapan Allah pada manusia dan makhluk lainnya tidak memiliki kebebasan untuk menolak atau merubahnya, seperti jenis kelamin,warna kulit, bentuk tubuh
2) Takdir ghairu hatami, ghairu mubram, mukhayyar(tidak pasti), yaiyu ketetapan Allah pada manusia yang manusia masih bebas untuk memilihnya.



Berdasarkan waktu terjadinya, takdir dibagi menjadi empat:
1) Takdir Azali, meliputi segala sesuatu sebelum Allah menciptakan bumi dan langit, yaitu takdir Allah setelah menciptakan Qalam.
2) Takdir Umri, meliputi segala yang terkait dengan manusia seperti umur,, rizqi, bahagia, susah dan mati, yaitu takdir ketika Allah menciptakan manusia dalam rahim
3) Takdir Hauli atau Sanawi, terkait dengan malam lailatul qadar, yaitu takdir Allah yang ditetapkan setiap tahun pada malam lailatul qadar.
4) Takdir Yaumi, yaitu takdir Allah setiap hari yang terkait dengan semua peristiwa.
Berdasarkan urutan ketetapannya, takdir dibagi menjadi empat:
1) Ilmu, yaitu takdir yang terkait dengan ilmu Allah Yang Maha Mengetahui apa yang terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi
2) Kitabah, yaitu takdir Allah terhadap segala sesuatu yang tertulis di Lauhil Mahfuds
3) Musy’ah, yaitu takdir Allah yang terkait dengan segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi, yang semua terjadi atas kehendaknya
4) Khalaq, yaitu takdir Allah yang terkait dengan segala kekuasan-Nya untuk menciptakan segala sesuatu.
Pada umumnya ulama membedakan antara qadla dan qadar. Qadla sebagai ketetapan Allah sejak zaman azali dan bersifat global atau ijmali, sedangkan qadar sebagai realisasi dari ketetapan Allah sesuai kehendak-Nya dan bersifat rinci atau tafsiliy. Tetapi ada pula ulama yang menganggap sama dan tidak membedakan antara qadla dan qadar.














BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Takdir dianggap sebagai rahasia Tuhan yang harus diterima begitu saja oleh manusia dan manusia tidak akan mampu mengetahuinya karena keterbatasan ilmu manusia, bahkan Nabi dan Rasul pun tidak mampu mengetahui rahasia takdir Allah.
Takdir adalah ukuran, ketentuan, kemampuan dan kepastian. Dalam teologi aliran jabariyah konsep takdir didevinisikan sebagai aliran yang berpendapat bahwa semua perbuatan manusia di dunia telah ditentukan oleh Allah. Artinya bahwa semua takdir adalah terletak pada kekuasaan Allah SWT secara mutlak, sedangkan manusia tidak berdaya upaya sama sekali. Dengan kata lain tidak ada gunanya sama sekali berusaha dan berjuang dengan bersusuah payah untuk merubah nasib yang malang,sebab mereka berpendirian segala aktivitas manusia itu sudah di non-aktifkan oleh Allah SWT.
Perbedaan pendapat para ulama tentang takdir yang terkait dengan perbuatan manusia, telah memunculkan dua kelompok besar dalam ilmu kalam yaitu jabariyah ekstrim dan jabariyah moderat.
Macam-macam takdir juga dibagi menjadi tiga yaitu: berdasarkan berubah tidaknya, berdasarkan waktu terjadinya dan berdasarkan urutan ketetapannya.














DAFTAR PUSTAKA

Drs. Musthofa, Drs. H.M. Kholili,M.Si, Karwadi,M.Ag, Tauhid, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN SuKa,2005

M. Quraish Shihab, Menyingkap Takdir Illahi, Jakarta: Lentera Hati, 1999

Drs. H. Salihun A.Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: CV Rajawali,1991

Drs. M. Noor Matdawam, Akidah dan Ilmu Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah Budaya Manusia, Yogyakarta Bina Karier

Murtadlo Multhohari, Manusia dan Takdirnya, Jakarta: Basrie Pres,1991

Dr. Abdul Rozak, M.Ag, Dr. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia,2000

0 komentar:

Posting Komentar

apakah anda puas dengan sistem pendidikan yang ada di universitas anda?

Powered By Blogger

Pengikut

About Me

Foto Saya
kependidikanislam2010
Lihat profil lengkapku